Inspirasi perjuanganmu!
Hidupku untuk-Mu apalagi Matiku
Selasa, 15 Mei 2012
Samsul Sang Penjaja Cilok di Kaki Gunung Slamet
sumber:
http://www.facebook.com/pages/ORANG-PINGGIRAN-TRANS7/224861154196102
Potret Kesejahterahan Indonesia kini masih jauh dari Kemerdekaan untuk
hidup sejahtera. Samsul bocah 10 tahun yang tinggal di Kaki Gunung
Slamet tepatnya Desa Bumijawa Kabupaten Tegal yang kini bekerja sebagai
penjual bakso “Cilok”. Samsul adalah sulung dari 4 bersaudara yang duduk
dikelas 4 SD. Zindan adik kandung dari Samsul yang duduk di kelas 1 .
Keduanya sangat piawai mempersiapkan dagangan ciloknya. Setiap pulang
dari sekolah Samsul dan zindan mulai menjajakan jualannya. Samsul tidak
merasa malu saat berjualan, bahkan ia merasa senang bisa membantu kedua
orangtuanya. Samsul sangat senang jika zindan membantu berjualan
bersamanya. Prihatin dengan kondisi orang tuanya, sepulang sekolah
Samsul berjualan cilok demi mendapat sedikit rupiah.
Tak jarang Samsul dan keluarga terpaksa makan cilok tengik bila tak ada
lauk teman nasi.Berbagi tugas dengan adiknya menabuh bambu guna memberi
tanda saat berjualan keliling. Harga cilok dagangannya hanya 500 rupiah.
Keduanya harus piawai menjajajkannya karena harus segera habis dalam
sehari. Perjuangan Samsul tidak sampai disini ia harus menggendong
gerobaknya. Ia tidak peduli dengan rasa sakit dipundaknya. Kadang
pembeli sering hutang kepada Samsul, tapi bocah kecil ini tidak berani
untuk menagih hutang dari pembeli ciloknya. Samsul seringkali berjualan
diluar desanya. Bumijawa memang desa yang curah hujannya tinggi, sering
Samsul dan Zidan harus bersabar untuk mengejar jualan ciloknya hingga
habis karena turun hujan.
Ayah Samsul nikah muda, Ia pekerja serabutan untuk mendapatkan sesuap
nasi. Ibu Samsul kini menderita sakit yang membutuhkan biaya pengobatan.
Modal yang Samsul dapat merupakan iba dari salah seorang kios
penggiling daging walaupun hutang keluarga Samsul belum tertunaikan. Apa
mau dikata, Samsul harus berjuang demi mendapatkan rezeki untuk
membantu kedua orang tuanya. Samsul tak lepas dari cacian teman-teman
sebayanya saat berjualan. Ia tidak peduli dengan itu semua. Masa kecil
Samsul tidak sepenuhnya bias ia nikmati. Teman-teman sebayanya kadang
ingin mengajak bermain saat pulang sekolah namun Samsul keluar rumah
dengan gerobag yang di gendongnya. Ibu Samsul sering merasa bersalah
melihat anaknya berjualan keliling untuk membantu perekonomian
keluarganya.
Jarak kelahiran anak-anaknya sangat dekat sehingga pengeluaran ekonomi
sangat banyak. Terutama untuk pendidikan anak-anaknya. Hingga kini
Samsul masih punya tunggakan biaya pendidikan di sekolahnya. Jualan
cilok tidak mampu menutupi segala pengeluaran keluarga. Dalam Sehari
Samsul berjualan cilok hanya mendapatkan uang kurang lebih 12.000
rupiah. Terkadang orang tua Samsul menyerah karena tidak sanggup
mebiayai sekolahnya. Samsul punya cita-cita bisa melanjutkan ke Pondok
Pesantren. Namun, kedua orangtuanya tidak sanggup mewujudkan impian
Samsul. Samsul nasibnya tidak ingin seperti orangtuanya, Ia ingin tidak
buta huruf. "Samsul ingin mondok di pesantren, tapi ibu nggak punya
uang. Samsul nggak ingin seperti bapak & ibu, nggak sekolah" kini
Samsul dengan Semangat dan Kemauan yang tinggi dalam berjuang untuk
mencapai cita-citanya.
Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ
Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ
Inspirasi perjuanganmu!
Hidupku untuk-Mu apalagi Matiku
Selasa, 15 Mei 2012
Samsul Sang Penjaja Cilok di Kaki Gunung Slamet
sumber:
http://www.facebook.com/pages/ORANG-PINGGIRAN-TRANS7/224861154196102
Potret Kesejahterahan Indonesia kini masih jauh dari Kemerdekaan untuk
hidup sejahtera. Samsul bocah 10 tahun yang tinggal di Kaki Gunung
Slamet tepatnya Desa Bumijawa Kabupaten Tegal yang kini bekerja sebagai
penjual bakso “Cilok”. Samsul adalah sulung dari 4 bersaudara yang duduk
dikelas 4 SD. Zindan adik kandung dari Samsul yang duduk di kelas 1 .
Keduanya sangat piawai mempersiapkan dagangan ciloknya. Setiap pulang
dari sekolah Samsul dan zindan mulai menjajakan jualannya. Samsul tidak
merasa malu saat berjualan, bahkan ia merasa senang bisa membantu kedua
orangtuanya. Samsul sangat senang jika zindan membantu berjualan
bersamanya. Prihatin dengan kondisi orang tuanya, sepulang sekolah
Samsul berjualan cilok demi mendapat sedikit rupiah.
Tak jarang Samsul dan keluarga terpaksa makan cilok tengik bila tak ada
lauk teman nasi.Berbagi tugas dengan adiknya menabuh bambu guna memberi
tanda saat berjualan keliling. Harga cilok dagangannya hanya 500 rupiah.
Keduanya harus piawai menjajajkannya karena harus segera habis dalam
sehari. Perjuangan Samsul tidak sampai disini ia harus menggendong
gerobaknya. Ia tidak peduli dengan rasa sakit dipundaknya. Kadang
pembeli sering hutang kepada Samsul, tapi bocah kecil ini tidak berani
untuk menagih hutang dari pembeli ciloknya. Samsul seringkali berjualan
diluar desanya. Bumijawa memang desa yang curah hujannya tinggi, sering
Samsul dan Zidan harus bersabar untuk mengejar jualan ciloknya hingga
habis karena turun hujan.
Ayah Samsul nikah muda, Ia pekerja serabutan untuk mendapatkan sesuap
nasi. Ibu Samsul kini menderita sakit yang membutuhkan biaya pengobatan.
Modal yang Samsul dapat merupakan iba dari salah seorang kios
penggiling daging walaupun hutang keluarga Samsul belum tertunaikan. Apa
mau dikata, Samsul harus berjuang demi mendapatkan rezeki untuk
membantu kedua orang tuanya. Samsul tak lepas dari cacian teman-teman
sebayanya saat berjualan. Ia tidak peduli dengan itu semua. Masa kecil
Samsul tidak sepenuhnya bias ia nikmati. Teman-teman sebayanya kadang
ingin mengajak bermain saat pulang sekolah namun Samsul keluar rumah
dengan gerobag yang di gendongnya. Ibu Samsul sering merasa bersalah
melihat anaknya berjualan keliling untuk membantu perekonomian
keluarganya.
Jarak kelahiran anak-anaknya sangat dekat sehingga pengeluaran ekonomi
sangat banyak. Terutama untuk pendidikan anak-anaknya. Hingga kini
Samsul masih punya tunggakan biaya pendidikan di sekolahnya. Jualan
cilok tidak mampu menutupi segala pengeluaran keluarga. Dalam Sehari
Samsul berjualan cilok hanya mendapatkan uang kurang lebih 12.000
rupiah. Terkadang orang tua Samsul menyerah karena tidak sanggup
mebiayai sekolahnya. Samsul punya cita-cita bisa melanjutkan ke Pondok
Pesantren. Namun, kedua orangtuanya tidak sanggup mewujudkan impian
Samsul. Samsul nasibnya tidak ingin seperti orangtuanya, Ia ingin tidak
buta huruf. "Samsul ingin mondok di pesantren, tapi ibu nggak punya
uang. Samsul nggak ingin seperti bapak & ibu, nggak sekolah" kini
Samsul dengan Semangat dan Kemauan yang tinggi dalam berjuang untuk
mencapai cita-citanya.
Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ
Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ
Inspirasi perjuanganmu!
Hidupku untuk-Mu apalagi Matiku
Selasa, 15 Mei 2012
Samsul Sang Penjaja Cilok di Kaki Gunung Slamet
sumber:
http://www.facebook.com/pages/ORANG-PINGGIRAN-TRANS7/224861154196102
Potret Kesejahterahan Indonesia kini masih jauh dari Kemerdekaan untuk
hidup sejahtera. Samsul bocah 10 tahun yang tinggal di Kaki Gunung
Slamet tepatnya Desa Bumijawa Kabupaten Tegal yang kini bekerja sebagai
penjual bakso “Cilok”. Samsul adalah sulung dari 4 bersaudara yang duduk
dikelas 4 SD. Zindan adik kandung dari Samsul yang duduk di kelas 1 .
Keduanya sangat piawai mempersiapkan dagangan ciloknya. Setiap pulang
dari sekolah Samsul dan zindan mulai menjajakan jualannya. Samsul tidak
merasa malu saat berjualan, bahkan ia merasa senang bisa membantu kedua
orangtuanya. Samsul sangat senang jika zindan membantu berjualan
bersamanya. Prihatin dengan kondisi orang tuanya, sepulang sekolah
Samsul berjualan cilok demi mendapat sedikit rupiah.
Tak jarang Samsul dan keluarga terpaksa makan cilok tengik bila tak ada
lauk teman nasi.Berbagi tugas dengan adiknya menabuh bambu guna memberi
tanda saat berjualan keliling. Harga cilok dagangannya hanya 500 rupiah.
Keduanya harus piawai menjajajkannya karena harus segera habis dalam
sehari. Perjuangan Samsul tidak sampai disini ia harus menggendong
gerobaknya. Ia tidak peduli dengan rasa sakit dipundaknya. Kadang
pembeli sering hutang kepada Samsul, tapi bocah kecil ini tidak berani
untuk menagih hutang dari pembeli ciloknya. Samsul seringkali berjualan
diluar desanya. Bumijawa memang desa yang curah hujannya tinggi, sering
Samsul dan Zidan harus bersabar untuk mengejar jualan ciloknya hingga
habis karena turun hujan.
Ayah Samsul nikah muda, Ia pekerja serabutan untuk mendapatkan sesuap
nasi. Ibu Samsul kini menderita sakit yang membutuhkan biaya pengobatan.
Modal yang Samsul dapat merupakan iba dari salah seorang kios
penggiling daging walaupun hutang keluarga Samsul belum tertunaikan. Apa
mau dikata, Samsul harus berjuang demi mendapatkan rezeki untuk
membantu kedua orang tuanya. Samsul tak lepas dari cacian teman-teman
sebayanya saat berjualan. Ia tidak peduli dengan itu semua. Masa kecil
Samsul tidak sepenuhnya bias ia nikmati. Teman-teman sebayanya kadang
ingin mengajak bermain saat pulang sekolah namun Samsul keluar rumah
dengan gerobag yang di gendongnya. Ibu Samsul sering merasa bersalah
melihat anaknya berjualan keliling untuk membantu perekonomian
keluarganya.
Jarak kelahiran anak-anaknya sangat dekat sehingga pengeluaran ekonomi
sangat banyak. Terutama untuk pendidikan anak-anaknya. Hingga kini
Samsul masih punya tunggakan biaya pendidikan di sekolahnya. Jualan
cilok tidak mampu menutupi segala pengeluaran keluarga. Dalam Sehari
Samsul berjualan cilok hanya mendapatkan uang kurang lebih 12.000
rupiah. Terkadang orang tua Samsul menyerah karena tidak sanggup
mebiayai sekolahnya. Samsul punya cita-cita bisa melanjutkan ke Pondok
Pesantren. Namun, kedua orangtuanya tidak sanggup mewujudkan impian
Samsul. Samsul nasibnya tidak ingin seperti orangtuanya, Ia ingin tidak
buta huruf. "Samsul ingin mondok di pesantren, tapi ibu nggak punya
uang. Samsul nggak ingin seperti bapak & ibu, nggak sekolah" kini
Samsul dengan Semangat dan Kemauan yang tinggi dalam berjuang untuk
mencapai cita-citanya.
Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ
Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ
Cilok nglabed ala Tegal
Dari siang Allhamdulillah, Serpong di guyur hujan.. males masak.
mau keluar males yowes bikin cilok ajah.....
Bahan-bahan
-
100 gr Tepung aci
-
100 gr tepung terigu
-
secukupnya Daun kucai, potong halus
-
1 sdt garam
-
1 sdt penyedap
-
1/2 sdt lada bubuk
-
2 siung bwg putih (ulek halus)
-
200 ml air
-
3 sdm bumbu pecel siram air panas secukupnya
-
1 sdm saus sambel
-
1 sdt kecap manis
-
jeruk limo
Langkah
Campur kedua tepung,bwg putih,Daun kucai,garem,penyedap, & lada bubuk..
kemudian tuangi Air panas..
aduk rata..
dan bentuk bulat..
Didihkan air rebis cilok sampe mengapung'
angkat tiriskan & sajikan dengan sambel kacang,saos & kecap
beri kucuran jeruk limo..
kemudian tuangi Air panas..
aduk rata..
dan bentuk bulat..
Didihkan air rebis cilok sampe mengapung'
angkat tiriskan & sajikan dengan sambel kacang,saos & kecap
beri kucuran jeruk limo..
Salam Masak-masak :-)
Cara Membuat Cilok Bumbu Kacang Ala Wong Tegal
Bahan Resep Cilok :
- 100 g tepung tapioka
- 100 g tepung terigu
- 1 siung bawang putih, haluskan
- 1/2 sdt garam
- 1/4 sdt merica bubuk
- 1/2 sdt kaldu bubuk
- 200 ml kaldu
- 1 batang daun bawang, iris halus
- air untuk merebus
Bumbu kacang Resep Cilok :
- 100 g kacang tanah, goreng
- 1 siung bawang putih, goreng sebentar
- 3 buah cabai merah besar
- 2 lembar daun jeruk
- 1/4 sdt garam
- 1/4 sdt merica bubuk
- 1/2 sdt gula pasir
- 1/2 sdt air asam
- 250 ml air
Bahan pelengkap Resep Cilok :
- saus sambal
- kecap manis
Cara membuat Resep Cilok :
- Pertama Anda membuat bumbu kacang: Langkah awal anda campur kacang tanah, berserta bawang putih, cabai merah besar, dan juga air lalu haluskan. kemudian anda masukkan daun jeruk, masak di atas api sedang sampai mengental. Selanjutnya tambahkan bumbu seperti garam, merica bubuk, gula pasir, dan juga air asam. Aduk rata, angkat dan sisihkan.
- Selanjutnya anda campur tepung tapioka, tepung terigu, dan juga daun bawang lalu aduk rata dan sisihkan.
- Setelah itu campur kaldu dan juga bawang putih, garam, merica bubuk, dan kaldu bubuk. kemudian didihkan dan angkat.
- Kemudian Anda tuang rebusan kaldu sedikit sedikit ke dalam campuran tepung dengan diaduk menggunakan sendok kayu sampai terbentuk adonan yang kalis dan juga dapat dipulung.
- setelah proses tersebuat anda biarkan sampai agak hangat.
- Ambil sedikit adonan lalu anda buat bentuk bulat. Ulangi sampai semua adonan habis.
- Kemudian Anda didihkan air, masukkan cilok, rebus sampai terapung dan juga matang.
- Setelah itu angkat, tiriskan dan cilok bisa sajikan bersama bumbu kacang dan juga bahan pelengkap lainnya.
Inspirasi perjuanganmu!
Hidupku untuk-Mu apalagi Matiku
Selasa, 15 Mei 2012
Samsul Sang Penjaja Cilok di Kaki Gunung Slamet
sumber:
http://www.facebook.com/pages/ORANG-PINGGIRAN-TRANS7/224861154196102
Potret Kesejahterahan Indonesia kini masih jauh dari Kemerdekaan untuk
hidup sejahtera. Samsul bocah 10 tahun yang tinggal di Kaki Gunung
Slamet tepatnya Desa Bumijawa Kabupaten Tegal yang kini bekerja sebagai
penjual bakso “Cilok”. Samsul adalah sulung dari 4 bersaudara yang duduk
dikelas 4 SD. Zindan adik kandung dari Samsul yang duduk di kelas 1 .
Keduanya sangat piawai mempersiapkan dagangan ciloknya. Setiap pulang
dari sekolah Samsul dan zindan mulai menjajakan jualannya. Samsul tidak
merasa malu saat berjualan, bahkan ia merasa senang bisa membantu kedua
orangtuanya. Samsul sangat senang jika zindan membantu berjualan
bersamanya. Prihatin dengan kondisi orang tuanya, sepulang sekolah
Samsul berjualan cilok demi mendapat sedikit rupiah.
Tak jarang Samsul dan keluarga terpaksa makan cilok tengik bila tak ada
lauk teman nasi.Berbagi tugas dengan adiknya menabuh bambu guna memberi
tanda saat berjualan keliling. Harga cilok dagangannya hanya 500 rupiah.
Keduanya harus piawai menjajajkannya karena harus segera habis dalam
sehari. Perjuangan Samsul tidak sampai disini ia harus menggendong
gerobaknya. Ia tidak peduli dengan rasa sakit dipundaknya. Kadang
pembeli sering hutang kepada Samsul, tapi bocah kecil ini tidak berani
untuk menagih hutang dari pembeli ciloknya. Samsul seringkali berjualan
diluar desanya. Bumijawa memang desa yang curah hujannya tinggi, sering
Samsul dan Zidan harus bersabar untuk mengejar jualan ciloknya hingga
habis karena turun hujan.
Ayah Samsul nikah muda, Ia pekerja serabutan untuk mendapatkan sesuap
nasi. Ibu Samsul kini menderita sakit yang membutuhkan biaya pengobatan.
Modal yang Samsul dapat merupakan iba dari salah seorang kios
penggiling daging walaupun hutang keluarga Samsul belum tertunaikan. Apa
mau dikata, Samsul harus berjuang demi mendapatkan rezeki untuk
membantu kedua orang tuanya. Samsul tak lepas dari cacian teman-teman
sebayanya saat berjualan. Ia tidak peduli dengan itu semua. Masa kecil
Samsul tidak sepenuhnya bias ia nikmati. Teman-teman sebayanya kadang
ingin mengajak bermain saat pulang sekolah namun Samsul keluar rumah
dengan gerobag yang di gendongnya. Ibu Samsul sering merasa bersalah
melihat anaknya berjualan keliling untuk membantu perekonomian
keluarganya.
Jarak kelahiran anak-anaknya sangat dekat sehingga pengeluaran ekonomi
sangat banyak. Terutama untuk pendidikan anak-anaknya. Hingga kini
Samsul masih punya tunggakan biaya pendidikan di sekolahnya. Jualan
cilok tidak mampu menutupi segala pengeluaran keluarga. Dalam Sehari
Samsul berjualan cilok hanya mendapatkan uang kurang lebih 12.000
rupiah. Terkadang orang tua Samsul menyerah karena tidak sanggup
mebiayai sekolahnya. Samsul punya cita-cita bisa melanjutkan ke Pondok
Pesantren. Namun, kedua orangtuanya tidak sanggup mewujudkan impian
Samsul. Samsul nasibnya tidak ingin seperti orangtuanya, Ia ingin tidak
buta huruf. "Samsul ingin mondok di pesantren, tapi ibu nggak punya
uang. Samsul nggak ingin seperti bapak & ibu, nggak sekolah" kini
Samsul dengan Semangat dan Kemauan yang tinggi dalam berjuang untuk
mencapai cita-citanya.
Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ
Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ
Inspirasi perjuanganmu!
Hidupku untuk-Mu apalagi Matiku
Selasa, 15 Mei 2012
Samsul Sang Penjaja Cilok di Kaki Gunung Slamet
sumber:
http://www.facebook.com/pages/ORANG-PINGGIRAN-TRANS7/224861154196102
Potret Kesejahterahan Indonesia kini masih jauh dari Kemerdekaan untuk
hidup sejahtera. Samsul bocah 10 tahun yang tinggal di Kaki Gunung
Slamet tepatnya Desa Bumijawa Kabupaten Tegal yang kini bekerja sebagai
penjual bakso “Cilok”. Samsul adalah sulung dari 4 bersaudara yang duduk
dikelas 4 SD. Zindan adik kandung dari Samsul yang duduk di kelas 1 .
Keduanya sangat piawai mempersiapkan dagangan ciloknya. Setiap pulang
dari sekolah Samsul dan zindan mulai menjajakan jualannya. Samsul tidak
merasa malu saat berjualan, bahkan ia merasa senang bisa membantu kedua
orangtuanya. Samsul sangat senang jika zindan membantu berjualan
bersamanya. Prihatin dengan kondisi orang tuanya, sepulang sekolah
Samsul berjualan cilok demi mendapat sedikit rupiah.
Tak jarang Samsul dan keluarga terpaksa makan cilok tengik bila tak ada
lauk teman nasi.Berbagi tugas dengan adiknya menabuh bambu guna memberi
tanda saat berjualan keliling. Harga cilok dagangannya hanya 500 rupiah.
Keduanya harus piawai menjajajkannya karena harus segera habis dalam
sehari. Perjuangan Samsul tidak sampai disini ia harus menggendong
gerobaknya. Ia tidak peduli dengan rasa sakit dipundaknya. Kadang
pembeli sering hutang kepada Samsul, tapi bocah kecil ini tidak berani
untuk menagih hutang dari pembeli ciloknya. Samsul seringkali berjualan
diluar desanya. Bumijawa memang desa yang curah hujannya tinggi, sering
Samsul dan Zidan harus bersabar untuk mengejar jualan ciloknya hingga
habis karena turun hujan.
Ayah Samsul nikah muda, Ia pekerja serabutan untuk mendapatkan sesuap
nasi. Ibu Samsul kini menderita sakit yang membutuhkan biaya pengobatan.
Modal yang Samsul dapat merupakan iba dari salah seorang kios
penggiling daging walaupun hutang keluarga Samsul belum tertunaikan. Apa
mau dikata, Samsul harus berjuang demi mendapatkan rezeki untuk
membantu kedua orang tuanya. Samsul tak lepas dari cacian teman-teman
sebayanya saat berjualan. Ia tidak peduli dengan itu semua. Masa kecil
Samsul tidak sepenuhnya bias ia nikmati. Teman-teman sebayanya kadang
ingin mengajak bermain saat pulang sekolah namun Samsul keluar rumah
dengan gerobag yang di gendongnya. Ibu Samsul sering merasa bersalah
melihat anaknya berjualan keliling untuk membantu perekonomian
keluarganya.
Jarak kelahiran anak-anaknya sangat dekat sehingga pengeluaran ekonomi
sangat banyak. Terutama untuk pendidikan anak-anaknya. Hingga kini
Samsul masih punya tunggakan biaya pendidikan di sekolahnya. Jualan
cilok tidak mampu menutupi segala pengeluaran keluarga. Dalam Sehari
Samsul berjualan cilok hanya mendapatkan uang kurang lebih 12.000
rupiah. Terkadang orang tua Samsul menyerah karena tidak sanggup
mebiayai sekolahnya. Samsul punya cita-cita bisa melanjutkan ke Pondok
Pesantren. Namun, kedua orangtuanya tidak sanggup mewujudkan impian
Samsul. Samsul nasibnya tidak ingin seperti orangtuanya, Ia ingin tidak
buta huruf. "Samsul ingin mondok di pesantren, tapi ibu nggak punya
uang. Samsul nggak ingin seperti bapak & ibu, nggak sekolah" kini
Samsul dengan Semangat dan Kemauan yang tinggi dalam berjuang untuk
mencapai cita-citanya.
Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ
Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar